Muhasabah: Obrolan Singkat Menyoal Natal dan Tahun Baru
"Tahu apa yang selalu rame di penghujung Desember ini sampai pergantian tahun nanti, Ndes?" tanya Dampi setelah sebelumnya nagih kopi dan rokok sebagai upah nyapu latar depan rumah siang tadi.
"Banyak diskon gede-gedean dan promo-promo yang -- embuh temenan apa mung apus-apusan -- menarik dari pusat-pusat perbelanjaan. Atau mungkin banyak pedagang-pedagang mremo menjual pernak-pernik natal dan tahun baru. Memanfaatkan momentum untuk meraih keuntungan lebih dalam rangka ikhtiar menghidupi keluarga mereka." jawabku sekenanya.
"Poin pertama jawabanmu emak-emak banget, Ndes! Tapi baiklah, barangkali benar yang kau sebut itu termasuk beberapa di antaranya. Tapi bukan itu yang kumaksud." ucapnya dengan tawa tertahan karena batang rokok sudah terselip di mulutnya dan korek sudah menyala untuk menyulutnya.
"Terus apa?"
"Itu lho, seperti biasanya. Seperti di tahun-tahun sebelumnya, bahkan mungkin akan berlanjut di tahun-tahun mendatang. Selalu seperti itu dan barangkali, embuh sampai kapan, akan terus seperti itu. Geger menyoal natal dan tahun baru dengan senjata andalan hadist Abu Daud itu lho, Ndes. MAN TASYABBAHA BIQOUMIN FAHUWA MINHUM."
"Lha terus masalahmu apa?"
"Mereka itu acapkali -- dengan gagahan -- menggunakan hadist itu sebagai alat legitimasi untuk dengan enteng dan gampangnya mengafir-kafirkan orang lain. Merasa diri berhak mencap orang lain kafir atau tidak kafir. Atau bahkan sudah pada taraf merasa berhak menentukan siapa ke surga, siapa ke neraka.
Mengutip dari apa yang pernah Mbah Nun katakan: "Wis anggaplah aku ini kafir fir. Terus apa hakmu? Atau hak orang lain terhadapku? Ini menyangkut martabat manusia. Mengenai benar kafir atau tidak orang itu, itu wilayah Allah. Urusan sesrawung antar manusia adalah AJA NUDING-NUDING WONG! Itu merendahkan dan menyakiti hatinya. Sedang di dalam Islam, sangat dilarang menyakiti hati orang lain. Makanya sebelum ngomong banyak tentang Islam, yuk belajar dulu jadi manusia."
Lagi pula aku bingung dengan mereka yang selalu memakai hadist tasyabbuh itu untuk gagah-gagahan merasa paling dekat dengan Tuhan. Ajaibnya, gegeran itu mereka lakukan di media-media sosial seperti facebook, twitter, instagram, atau melalui broadcast whatsapp dan sejenisnya. Kontradiktif. Mereka itu tak tahu, pura-pura tak tahu, atau memang selalu mau cari benarnya sendiri dengan legitimasi ayat suci? Medsos yang mereka jadikan panggung itu bikinan siapa? Bukankah ini semacam menengadahkan muka lalu kita meludah ke atas yang percikannya akan lebih banyak mengenai muka kita sendiri? Kenapa tak mereka setempel sendiri dahi mereka sebab ternyata mereka juga kafir dengan menyerupai atau mengikuti kebiasaan bangsa lain?
Pada akhirnya aku atau sampeyan masih harus terus belajar. Bukan untuk tujuan yang akhirnya menggiring aku atau sampeyan menjadi pribadi yang acap mendaku diri paling lurus, paling benar. Lalu akan selalu sibuk mencari pembenar atas apa yang aku atau sampeyan sangka benar. Sebab Gusti Allah pun mewajibkan aku atau sampeyan untuk selalu mengingat hal itu minimal 17 kali sehari, bukan? Ihdinasshirothol Mustaqim.
Wis kopine ndang digawe, Ndes. Udude sebatang maning ya?"
"Duh! Esih kelingan kopi jebul."
: Negeri entah, 2018.
0 Response to "Muhasabah: Obrolan Singkat Menyoal Natal dan Tahun Baru"
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar anda. Kritik atau saran sangat saya harapkan untuk menjadikan lebih baik ke depannya. Komentar akan dimoderasi sebagai filter terhadap komentar-komentar yang tidak sesuai. Tabik!