-->

WM1

Santrikah Aku?



Hari ini, barangkali sudah terlalu banyak berseliweran di timeline media sosial kita, tentang sebuah kata yang kemudian mengingatkanku pada segerombolan bocah dengan sarung, baju, dan kopiah serba lusuh, bahkan tidak jarang di beberapa bagian tubuhnya dipenuhi aksesoris khas, gudig. Ada yang kemudian mengatakan, "Belum sempurna ia ketika gudig belum menempel ditubuhnya." SANTRI. Ya, santri. Meskipun Gus Mus pernah mengatakan: "Santri bukan hanya yang mondok saja, tapi siapapun yang berakhlak seperti santri, dialah SANTRI."


Kemudian aku kembali teringat ketika dulu Al Maghfurlah K.H. Syamsul Ma'arif Kaliwungu (lahu al fatihah) menyampaikan makna yang terkandung dalam kata santri; Sa (Satir al Dzunub), Nun (Naib al Suyukh), Ta (Tarbiyah li Qoumi), dan Ro' (Ribath al Islam).

--Satir al Dzunub (Menutup Dosa)

Aku atau sampeyan tidak akan pernah bisa menyangkal bahwa manusia adalah tempat khilaf dan dosa. Namun bukan berarti dengan seenaknya kalimat itu selalu dijadikan semacam alat pembela ketika aku atau sampeyan melakukan kekhilafan atau dosa. Terlebih ketika sudah mendaku diri sebagai santri. Sebab santri itu satir al dzunub, maka perlu kiranya berbenah diri agar tidak terjerembab dalam kubangan nista penuh dosa.

--Naib al Suyukh (Pengganti Generasi Tua)

Alamiah. Ini bagian dari siklus kehidupan. Yang baru menggantikan yang lama, yang muda menggantikan yang tua. Yang menjadi titik persoalan adalah layakkah yang baru menggantikan yang lama? Siapkah yang muda menggantikan yang tua?

--Tarbiyah li Qoumi (Mengajarkan Kepada Masyarakat)

Ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah. Meskipun barangkali pohon tanpa buah bukan sama sekali tanpa manfaat, ia tetap bermanfaat, namun ketika berbuah tentu akan memberikan manfaat yang lebih, bukan? Ballighu 'anni walau ayat. Sampaikanlah meski satu ayat (sedikit).

--Ribath al Islam (Sebagai Benteng Islam)

Benteng adalah tempat berlindung atau bertahan. Maka sejatinya orang berlindung adalah untuk mencari kenyamanan, sejatinya bertahan adalah agar tidak mudah terporakporandakan. Islam itu ramah, bukan? Rahmatan lil 'alamin, rahmat bagi seluruh alam, bukan hanya bagi segelintir orang saja. Lalu, keramahan itu kenapa dengan gampang dirusak dengan kemarahan? Katanya ramah, kok sedikit-sedikit marah?

: Teringat sudah apa yang dulu Abah Kiai sampaikan tentang santri. Pada akhirnya aku harus kembali bertanya kepada diriku sendiri. Santrikah aku?

0 Response to "Santrikah Aku?"

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar anda. Kritik atau saran sangat saya harapkan untuk menjadikan lebih baik ke depannya. Komentar akan dimoderasi sebagai filter terhadap komentar-komentar yang tidak sesuai. Tabik!

Iklan Atas Artikel (WM2)

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel